ZDIRY-TUFWT-EBONM-EYJ00-IDBLANTER.COM
ZDIRY-TUFWT-EBONM-EYJ00
BLANTERWISDOM105

MENGETAHUI TUHAN ADA?

Senin, 08 Maret 2021

klikmu.co

 

Sejak kapan dan darimana manusia mengetahui Tuhan itu ada?

 

Pertanyaan di atas adalah bukti pentingnya berfikir, bertanya, berguru, dan belajar. Bagaimana tidak, jikalaupun pertanyaan di atas disodorkan pada beberapa kalangan yang ‘enggan’ berfikir, tentu jawabannya akan menyakitkan, seperti, “kita yakini saja keberadaanNya, yang penting yakin saja, jangan repot-repot gitu, nanti keliru lo, sesat, kafir, hati-hati”. Sedangkan, potensi berfikir untuk menggali muatan yang terkandung dalam suatu pertanyaan amatlah penting, apalagi ihwal keyakinan dalam ketuhanan yang sarat nilai pembuktian. Berbeda lagi dengan kalangan yang ‘enggan’ berfikir, kalangan yang ‘enggan’ bertanya umumnya dikarenakan beberapa alasan, diantaranya, malu; merasa bisa, meremehkan pertanyaan hingga tidak mau bertanya atas apapun, meskipun dirinya benar-benar sedang dalam kondisi  ‘bingung’, akan tetapi lebih memilih bodo amat, atau boleh jadi karena sulit menemukan pertanyaan yang fundamental/pokok, sebab tidak sedikit yang kebingungan ketika diberikan tugas membuat pertanyaan terkait suatu hal, misalnya tentang ‘ada’.

Selain itu, pertanyaan di atas juga butuh ‘penguji’ yakni guru yang kompeten. Tidak semua yang kompeten itu berpendidikan tinggi, pun sebaliknya, tidak semua yang berpendidikan tinggi kompeten, meskipun sedikit. Sebab, dalam membahas kompetensi atau keahlian, maka yang dihadirkan ialah bagaimana seorang guru menguasai panggung dan mengarahkan pembelajar. Eksistensi guru sangat penting. Jikalau dalam menjawab pertanyaan di atas tanpa kehadiran guru (tidak menguji temuan jawaban melalui diskusi dengan guru), maka boleh jadi, temuan itu memiliki sisi yang berbeda dengan yang termaksud, meskipun tidak semuanya. Kehadiran guru dalam pencarian ilmu seorang pembelajar ialah menguji apa saja yang ditangkap muridnya, kemudian memberikan pilihan-pilihan jawaban yang logis dan cenderung mengarahkan. Dengan demikian, untuk menjawab pertanyaan di atas supaya teruji dan terarah, kehadiran guru adalah syarat penting.

 Kehadiran guru dalam pencarian ilmu seorang pembelajar ialah menguji apa saja yang ditangkap muridnya, kemudian memberikan pilihan-pilihan jawaban yang logis dan cenderung mengarahkan. 

Pengetahuan Tentang Tuhan

Pengetahuan seorang manusia tentang Tuhan dibentuk oleh 2 faktor, faktor internal dan faktor eksternal. Meski demikian, mayoritas mempercayai bahwa peran orangtua dalam membentuk pandangan bertuhan anaknya sebagai bakal calon manusia baru sangatlah menentukan. Artinya, mayoritas orangtua menganjurkan anaknya masuk ke dalam agama yang mereka anut dan secara langsung dipaksa patuh atas apa saja yang diperintahkan. Bahkan persoalan yang sejatinya adalah internal antar hamba dan Tuhan menjadi persoalan keluarga hingga lingkungan. Hal ini disebabkan oleh konseskuensi atas apa yang akan terjadi jika berbeda dalam hal tersebut. Sensitifitas tidak lagi diragukan tentu sangat terlihat. Kebebasan anak sebagai makhluk tidak lagi bebas setelah dikonstruksi dan dibentuk sedemikian rupa seperti keinginan orangtuanya. Tidak ada lagi pengembaraan ilmiah dalam menemukan ketuhanan yang logis yang boleh saja berbeda dengan pandangan lama orangtua juga lingkungannya.

BACA JUGA : SEKILAS TENTANG AKHIRAT MENURUT QURAISH SHIHAB

 Dalam hal ini, boleh dikatakan bahwa pengetahuan manusia tentang Tuhan ‘sangat’ dipengaruhi oleh faktor eksternal. Keluarga, lingkungan tempat tinggal hingga peran teman sebaya. menjadi power tersendiri atas apa yang diharapkan orangtua. Semacam ada pemaksaan dalam ruang pergaulan yang dibatasi oleh produksi pengetahuan dan pemahaman orangtua sampai kemudian terimplementasikan dalam pilihan-pilihan dalam anggapan yang penuh konstruk. Sehingga, persoalan agama agaknya dijadikan persoalan yang dihindari, bahkan, perbedaan dalam cara beragama dan bertuhan tidak minat untuk didekati dalam rangka menemukan kelogisan beragama, melainkan dijauhi dengan alasan berbagai konstruk yang telah dipendam.

Dalam hal ini, boleh dikatakan bahwa pengetahuan manusia tentang Tuhan ‘sangat’ dipengaruhi oleh faktor eksternal.

Sejak saat itu, tepatnya ketika menjadi anak dalam sebuah keluarga, tentu dari orangtua, lingkungan dan teman sebaya, meski tidak dibenarkan hal demikian merata atau 100 persen, melainkan menjadi problem mayoritas dan dinormalkan. Ruang diskusi tidak lagi diminati kecuali jika terdapat kisah menarik yang penuh ibroh. Sedangkan, dalam konsep ketuhanan benar-benar belum bisa bebas menentukan mana yang benar dan mana yang keliru. Akhirnya, tidak dapat membuktikan apa saja hal-hal yang menjadikan seseorang menetap dalam sebuah agama. Tidak ada lagi hal menarik tentang pembahasan keberadaan Tuhan, karena Tuhan memang ada dalam pengetahuan yang diproduksi, sedangkan dalam pemahaman 0 persen (tidak dapat membuktikan). Oleh sebabnya, Tuhan ‘ada’ hanya semacam dogma tanpa landasan hingga dinormalkan dan dibenarkan dalam pendawaman.

Hal-hal di atas merupakan bentuk keresahan yang fakta dan besar untuk dijelajahi dan dijejaki dengan harapan, manusia muda mampu mencerahkan dirinya dalam tanggungjawabnya atas pikiran dan hati dalam dirinya. Tentu, jika telah menemukan wahyuNya, maka idealnya ada semacam pembatasan diksi atas wahyu yang sarat ketuhanan. Akhirnya, semua problem menjadi semakin besar dan menonjol dalam ranah ini yang mungkin saja berakibat pada kontradiksi tatanan diri; menolak pandangan akan tetapi melakukan apa yang tertolak dalam pandangan atau melakukan sesuatu tanpa dasar kelogisan berfikir dan tujuan. Dari sini, maka diperoleh 3 jawaban penting atas pertanyaan di atas yakni bahwasanya ada 2 faktor yang mempengaruhi produksi pengetahuan manusia tentang Tuhan, yang kemudian bercabang menjadi 3 bagian, diantaranya ialah diri sendiri, keluarga, lingkungan pergaulan. 3 bagian tersebut menjadi jawaban atas pertanyaan di atas.


Penulis : M. Khusnun Ni'am 

Mahasiswa Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga
Share This :

0 Comments