Sebelum tulisan ini benar tertata sedemikian rupa, penulis menyadari betul bahwa masih banyak hal menarik dan sesuatu yang berbeda daripada tokoh Islam Indonesia yang dikaji dalam ulasan ini. Tentunya, apa yang tersampaikan melalui ulasan ini merupakan gambaran kecil daripada kontribusi besar yang digagaskan dan diaplikasikan oleh dirinya selama mengabdi di Indonesia. Oleh sebabnya, ulasan ini hadir berupaya menghidupkan kembali semangat juang yang digagaskan maupun hal-hal lain yang dapat dijadikan inspirasi dan pengetahuan oleh generasi sekarang. Sangat disayangkan apabila generasi sekarang, khususnya Islam tidak mengemas dan mempelajari riwayat besar para pemikir Islam Indonesia yang luar biasa. Dari hal tersebut, maka ulasan ini akan mengangkat dan menghidupkan kembali beberapa poin yang ditemukan mengenai hal-hal yang menarik dan layak dijadikan Inspirasi.
MEREKAM SEPAK TERJANG GUS DUR
Siapa yang tidak kenal
Gus Dur?
Pertanyaan
ini layak diajukan untuk mengungkap seberapa jauh sepak terjang Gus Dur dalam
pengetahuan generasi sekarang. Tentunya, ketidakkenalan dengan Gus Dur adalah
suatu problem sendiri yang perlu dikaji, khususnya penduduk Indonesia.
Bagaimana tidak, Gus Dur merupakan presiden ke-4 Indonesia yang selama karir
kepresidennya dilumuti oleh kontroversi-kontroversi yang menarik dari
tindakannya, yang tentunya berbeda daripada para presiden Indonesia sebelumnya.
Terlepas
daripada kontroversi dalam tindakannya, sebelum menjadi Presiden pun Gus Dur
sering tidak mengalir mengikuti arus, melainkan sebaliknya ‘melawan arus’, dari
arus politik, budaya, hingga nilai-nilai ajaran yang dianut oleh umumnya warga
Indonesia. Sejak masa Orde Baru, perjuangan dan kepeduliannya dalam membela
kaum minoritas dan pemikirannya yang modern sering dianggap sebagai perlawanan
Gus Dur pada pemerintahan Orde Baru.
Selain
itu, Gus Dur juga merupakan cendekiawan Islam dari Indonesia yang namanya
melambung bersama gagasan-gagasan cemerlangnya di Nusantara. Panggilan ‘Gus’
merupakan sebutan kehormatan untuk putra kiai, sedangkan ‘Dur’ panggilan dari
namanya yakni Abdurrahman. Adapun Wahid diambil dari nama ayahnya yakni Wahid
Hasyim, seorang Tokoh Nasionalis Indonesia dan mujtahid Islam Nusantara,
seperti yang diungkap oleh Dr. Kiai Aguk Irawan (Pengasuh Baitul Kilmah Yogya)
dalam karyanya Sang Mujtahid Islam Nusantara.
Dari
silsilah, Gus Dur bukanlah lahir dari keluarga sembarangan. Artinya, darah dari
para pejuang Islam Indonesia mengalir dalam tubuhnya dan pemikiran cerdas para
tokoh besar Indonesia secara tidak langsung mengalir, berpengaruh dan membentuk
dirinya. Kakeknya merupakan pendiri ormas besar Islam yang jumlah anggotanya
kemungkinan mencapai puluhan hingga ratusan juta diberbagai wilayah dan negara,
khususnya di Indonesia dewasa kini. Selain itu jelajah pengembaraan keilmuannya
tidak dapat diremehkan, dari pesantren hingga Kairo, Mesir dan beberapa wilayah
lain yang mungkin belum terulas.
Bukan
itu saja, secara kemampuan, Gus Dur merupakan satu-satunya Presiden Indonesia
yang cakap dalam menguasai beberapa bahasa dari bahasa Arab kuno, Arab modern,
Inggris dan Perancis. Tentu, ini sangat menarik, jika kita mengetahui bagaimana
fungsi bahasa yang begitu penting dalam menyampaikan sesuatu. Kecakapan Gus Dur
dalam beberapa bahasa tersebut dapat disaksikan oleh siapapun di youtube
sebagai bukti kecerdasannya.
Selain
itu, untuk mengenal perjalanannya secara keilmuan dan lain-lain, dapat
ditemukan dalam buku yang ditulis oleh Dr. Kiai Aguk Irawan dalam bukunya Peci
Miring atau dituangkan pula oleh Greg Barton dalam bukunya yang international bestseller berjudul
Biografi Gus Dur. Berbagai karya tulis yang terbukakan, dari artikel, jurnal,
skripsi, tesis, disertasi hingga buku secara tidak langsung menghidupkan
kembali sosok Gus Dur dalam uraian dan pendetailan tafsir para tokoh Islam. Hal
tersebut merupakan bukti bahwa sepak terjang dan kontribusi Gus Dur tidaklah
dapat dianggap sepele dan layak diangkat dan dijadikan inspirasi bangsa.
MENJEJAKI SEKILAS KONTRIBUSI GUS DUR
Kajian-kajian
keislaman di perguruan tinggipun hingga kini kemungkinan dapat ditemukan
kajian-kajian baru mengenai Gus Dur. Ini membuktikan bahwa meskipun secara
jasad atau fisik Gus Dur telah wafat atau dikuburkan, namun namanya tidak
lekang dari zaman. Artinya, buah pemikirannya tidak henti-hentinya dikaji oleh
para akademisi hingga ahli. Sehingga, konseptual yang digagaskan Gus Dur
semenjak hidup, baik verbal maupun tulisan merupakan salah satu referensi besar
sejauhmana Gus Dur begitu cerdas.
Gus
Dur dikenal sebagai tokoh pluralis Islam. Bahkan bisa dikatakan juga, bahwa Gus
Dur merupakan penggagas pluralisme Islam di Indonesia. Terbukti dari berbagai
litertaur menyebutkan bahwa secara total pemikiran pluralis Gus Dur ialah
memperjuangkan hak setiap individu dan kelompok. Baginya pluralisme ialah
memberikan hak setiap individu untuk memilih apa yang diyakininya dalam
beragama, hak asasi manusia, jaminan keamanan serta kesamaan derajat dimata
hukum. Keselarasan ini dicantumkan oleh dirinya dalam buku yang ditulis para
cendekiawan Indonesia, termasuk salah satunya ialah Gus Dur dalam buku Ideologi
Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam buku tersebut, Gus Dur membongkar paradigma
fanatisme ke arah pluralis, artinya Gus Dur memberikan gagasan yang benar-benar
pure dan selaras dalam ajaran Islam.
Buah
pemikirannya dalam mengulas sisi prinsipil ketuhanan dapat dilihat dalam
karyanya yang berjudul Tuhan Tidak Perlu Dibela. Dilain hal, karya tersebut
juga membawa pesan besar bahwa secara tegas Gus Dur menolak agama dijadikan
ideologi negara. Menurut Gus Dur, menjadikan agama sebagai ideologi negara di dalam
masyarakat yang beragam atau pluralis hanya akan memunculkan problematika besar
atau disintegrasi pada ranah sektarianisme. Baginya, Islam semestinya
diterapkan sebagai etika sosial atau sebuah sistem nilai moral yang juga dapat
dipahami bahwa Islam semestinya dijadikan sebagai komplementer dalam
berkehidupan di suatu negata. Sehingga, cara tertepat bagi Gus Dur dalam
merumuskan kepemimpinan atau ideologi negara ialah dengan musyawarah untuk
mencapai mufakat.
Dalam bukunya Tuhan Tidak Perlu Dibela
tersiratkan berbagai gagasan Gus Dur tentang pluralisme yang secara tegas menggagaskan
demokrasi. Baginya demokrasi memungkinkan terbentuknya pola hubungan
perpolitikan yang setara atau seimbang dalam mendukung pluralisme bangsa.
Tegaknya pluralisme bangsa bukan dibuktikan hanya melalui hidup berdampingan
tanpa masalah, melainkan lebih. Artinya, Gus Dur menggagaskan bahwa
terlaksananya pluralisme yang begitu apik akan melahirkan kesadaran untuk
saling mengenal dan berinteraksi secara ikhlas. Dari hal tersebut, maka akan
terterapkan pola “take and giver”,
karena salah satu inti pokok dari demokrasi ialah kebebasan untuk saling
memberi dan menerima.
Secara
tidak langsung, etika sosial Gus Dur samalnya diartikan membumikan Islam dalam
rangka kontekstualisasi norma dan nilai Islam ditengah dinamika dan
problematika kemanusiaan dan keindonesiaan. Dengan demikian, Islam akan
benar-benar menjadi jawaban dari setiap problematikan yang tengah melanda, dari
kebangsaan hingga kemanusiaan tanpa kehilangan spirit etisnya agama yang agung
yakni Islam.
Dari
berbagai ulasan di atas, ada beberapa inspirasi yang dapat diketahui dan
dipahami dari sepak terjang Gus Dur dalam pemikirannya, dari gagasan besarnya
tentang pluralisme, ketuhanan yang Maha Esa, etika sosial, membumikan Islam, gagasan
demokrasi hingga berbagai tokoh yang ikut serta menghidupkan kembali Gus Dur
melalui karyanya. Melalui ulasan ini, penulis mengajak siapapun untuk kembali
bercengkrama dengan bacaan dan buku yang mungkin sudah gersang dan menjamur dalam
kelanggengan yang tentunya tidak baik untuk konsumsi pengetahuan dan keilmuan
individu. Oleh sebab itu, mari kembali memproduksi dan mulai mencintai
pengetahuan darimanapun arahnya, salahsatunya dengan membaca dan memiliki buku.
0 Comments