ZDIRY-TUFWT-EBONM-EYJ00-IDBLANTER.COM
ZDIRY-TUFWT-EBONM-EYJ00
BLANTERWISDOM105

MEREKAM SEKILAS GAGASAN GUS DUR DAN MEMBACA KONTRIBUSINYA TERHADAP KEMANUSIAAN DAN KEINDONESIAAN

Kamis, 21 Januari 2021

 


Sebelum tulisan ini benar tertata sedemikian rupa, penulis menyadari betul bahwa masih banyak hal menarik dan sesuatu yang berbeda daripada tokoh Islam Indonesia yang dikaji dalam ulasan ini. Tentunya, apa yang tersampaikan melalui ulasan ini merupakan gambaran kecil daripada kontribusi besar yang digagaskan dan diaplikasikan oleh dirinya selama mengabdi di Indonesia. Oleh sebabnya, ulasan ini hadir berupaya menghidupkan kembali semangat juang yang digagaskan maupun hal-hal lain yang dapat dijadikan inspirasi dan pengetahuan oleh generasi sekarang. Sangat disayangkan apabila generasi sekarang, khususnya Islam tidak mengemas dan mempelajari riwayat besar para pemikir Islam Indonesia yang luar biasa. Dari hal tersebut, maka ulasan ini akan mengangkat dan menghidupkan kembali beberapa poin yang ditemukan mengenai hal-hal yang menarik dan layak dijadikan Inspirasi.

MEREKAM SEPAK TERJANG GUS DUR

Siapa yang tidak kenal Gus Dur?

Pertanyaan ini layak diajukan untuk mengungkap seberapa jauh sepak terjang Gus Dur dalam pengetahuan generasi sekarang. Tentunya, ketidakkenalan dengan Gus Dur adalah suatu problem sendiri yang perlu dikaji, khususnya penduduk Indonesia. Bagaimana tidak, Gus Dur merupakan presiden ke-4 Indonesia yang selama karir kepresidennya dilumuti oleh kontroversi-kontroversi yang menarik dari tindakannya, yang tentunya berbeda daripada para presiden Indonesia sebelumnya.

Terlepas daripada kontroversi dalam tindakannya, sebelum menjadi Presiden pun Gus Dur sering tidak mengalir mengikuti arus, melainkan sebaliknya ‘melawan arus’, dari arus politik, budaya, hingga nilai-nilai ajaran yang dianut oleh umumnya warga Indonesia. Sejak masa Orde Baru, perjuangan dan kepeduliannya dalam membela kaum minoritas dan pemikirannya yang modern sering dianggap sebagai perlawanan Gus Dur pada pemerintahan Orde Baru.

Selain itu, Gus Dur juga merupakan cendekiawan Islam dari Indonesia yang namanya melambung bersama gagasan-gagasan cemerlangnya di Nusantara. Panggilan ‘Gus’ merupakan sebutan kehormatan untuk putra kiai, sedangkan ‘Dur’ panggilan dari namanya yakni Abdurrahman. Adapun Wahid diambil dari nama ayahnya yakni Wahid Hasyim, seorang Tokoh Nasionalis Indonesia dan mujtahid Islam Nusantara, seperti yang diungkap oleh Dr. Kiai Aguk Irawan (Pengasuh Baitul Kilmah Yogya) dalam karyanya Sang Mujtahid Islam Nusantara.

Dari silsilah, Gus Dur bukanlah lahir dari keluarga sembarangan. Artinya, darah dari para pejuang Islam Indonesia mengalir dalam tubuhnya dan pemikiran cerdas para tokoh besar Indonesia secara tidak langsung mengalir, berpengaruh dan membentuk dirinya. Kakeknya merupakan pendiri ormas besar Islam yang jumlah anggotanya kemungkinan mencapai puluhan hingga ratusan juta diberbagai wilayah dan negara, khususnya di Indonesia dewasa kini. Selain itu jelajah pengembaraan keilmuannya tidak dapat diremehkan, dari pesantren hingga Kairo, Mesir dan beberapa wilayah lain yang mungkin belum terulas.

Bukan itu saja, secara kemampuan, Gus Dur merupakan satu-satunya Presiden Indonesia yang cakap dalam menguasai beberapa bahasa dari bahasa Arab kuno, Arab modern, Inggris dan Perancis. Tentu, ini sangat menarik, jika kita mengetahui bagaimana fungsi bahasa yang begitu penting dalam menyampaikan sesuatu. Kecakapan Gus Dur dalam beberapa bahasa tersebut dapat disaksikan oleh siapapun di youtube sebagai bukti kecerdasannya.

Selain itu, untuk mengenal perjalanannya secara keilmuan dan lain-lain, dapat ditemukan dalam buku yang ditulis oleh Dr. Kiai Aguk Irawan dalam bukunya Peci Miring atau dituangkan pula oleh Greg Barton dalam bukunya yang international bestseller berjudul Biografi Gus Dur. Berbagai karya tulis yang terbukakan, dari artikel, jurnal, skripsi, tesis, disertasi hingga buku secara tidak langsung menghidupkan kembali sosok Gus Dur dalam uraian dan pendetailan tafsir para tokoh Islam. Hal tersebut merupakan bukti bahwa sepak terjang dan kontribusi Gus Dur tidaklah dapat dianggap sepele dan layak diangkat dan dijadikan inspirasi bangsa.

 Baca juga : GUS DUR KU, GUS DUR MU, GUS DUR KITA

MENJEJAKI SEKILAS KONTRIBUSI GUS DUR

Kajian-kajian keislaman di perguruan tinggipun hingga kini kemungkinan dapat ditemukan kajian-kajian baru mengenai Gus Dur. Ini membuktikan bahwa meskipun secara jasad atau fisik Gus Dur telah wafat atau dikuburkan, namun namanya tidak lekang dari zaman. Artinya, buah pemikirannya tidak henti-hentinya dikaji oleh para akademisi hingga ahli. Sehingga, konseptual yang digagaskan Gus Dur semenjak hidup, baik verbal maupun tulisan merupakan salah satu referensi besar sejauhmana Gus Dur begitu cerdas.

Gus Dur dikenal sebagai tokoh pluralis Islam. Bahkan bisa dikatakan juga, bahwa Gus Dur merupakan penggagas pluralisme Islam di Indonesia. Terbukti dari berbagai litertaur menyebutkan bahwa secara total pemikiran pluralis Gus Dur ialah memperjuangkan hak setiap individu dan kelompok. Baginya pluralisme ialah memberikan hak setiap individu untuk memilih apa yang diyakininya dalam beragama, hak asasi manusia, jaminan keamanan serta kesamaan derajat dimata hukum. Keselarasan ini dicantumkan oleh dirinya dalam buku yang ditulis para cendekiawan Indonesia, termasuk salah satunya ialah Gus Dur dalam buku Ideologi Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam buku tersebut, Gus Dur membongkar paradigma fanatisme ke arah pluralis, artinya Gus Dur memberikan gagasan yang benar-benar pure dan selaras dalam ajaran Islam.

Buah pemikirannya dalam mengulas sisi prinsipil ketuhanan dapat dilihat dalam karyanya yang berjudul Tuhan Tidak Perlu Dibela. Dilain hal, karya tersebut juga membawa pesan besar bahwa secara tegas Gus Dur menolak agama dijadikan ideologi negara. Menurut Gus Dur, menjadikan agama sebagai ideologi negara di dalam masyarakat yang beragam atau pluralis hanya akan memunculkan problematika besar atau disintegrasi pada ranah sektarianisme. Baginya, Islam semestinya diterapkan sebagai etika sosial atau sebuah sistem nilai moral yang juga dapat dipahami bahwa Islam semestinya dijadikan sebagai komplementer dalam berkehidupan di suatu negata. Sehingga, cara tertepat bagi Gus Dur dalam merumuskan kepemimpinan atau ideologi negara ialah dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.

 Dalam bukunya Tuhan Tidak Perlu Dibela tersiratkan berbagai gagasan Gus Dur tentang pluralisme yang secara tegas menggagaskan demokrasi. Baginya demokrasi memungkinkan terbentuknya pola hubungan perpolitikan yang setara atau seimbang dalam mendukung pluralisme bangsa. Tegaknya pluralisme bangsa bukan dibuktikan hanya melalui hidup berdampingan tanpa masalah, melainkan lebih. Artinya, Gus Dur menggagaskan bahwa terlaksananya pluralisme yang begitu apik akan melahirkan kesadaran untuk saling mengenal dan berinteraksi secara ikhlas. Dari hal tersebut, maka akan terterapkan pola “take and giver”, karena salah satu inti pokok dari demokrasi ialah kebebasan untuk saling memberi dan menerima.

Secara tidak langsung, etika sosial Gus Dur samalnya diartikan membumikan Islam dalam rangka kontekstualisasi norma dan nilai Islam ditengah dinamika dan problematika kemanusiaan dan keindonesiaan. Dengan demikian, Islam akan benar-benar menjadi jawaban dari setiap problematikan yang tengah melanda, dari kebangsaan hingga kemanusiaan tanpa kehilangan spirit etisnya agama yang agung yakni Islam.

Dari berbagai ulasan di atas, ada beberapa inspirasi yang dapat diketahui dan dipahami dari sepak terjang Gus Dur dalam pemikirannya, dari gagasan besarnya tentang pluralisme, ketuhanan yang Maha Esa, etika sosial, membumikan Islam, gagasan demokrasi hingga berbagai tokoh yang ikut serta menghidupkan kembali Gus Dur melalui karyanya. Melalui ulasan ini, penulis mengajak siapapun untuk kembali bercengkrama dengan bacaan dan buku yang mungkin sudah gersang dan menjamur dalam kelanggengan yang tentunya tidak baik untuk konsumsi pengetahuan dan keilmuan individu. Oleh sebab itu, mari kembali memproduksi dan mulai mencintai pengetahuan darimanapun arahnya, salahsatunya dengan membaca dan memiliki buku.


Penulis : M. Khusnun Niam
Share This :

0 Comments