ZDIRY-TUFWT-EBONM-EYJ00-IDBLANTER.COM
ZDIRY-TUFWT-EBONM-EYJ00
BLANTERWISDOM105

SANG MUFASSIR DARI ANDALUSIA (BIOGRAFI IMAM AL QURTHUBI)

Kamis, 15 Oktober 2020

  

Nama lengkap beliau adalah Imām Abū ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abī Bakr bin Farh al-Ansharī al-Khazrajī al-Andālusī al-Qurthubī al-Malikī al-Mufassir. Beliau dikenal sebagai seorang ulama yang saleh, arif dan zuhud yang selalu disibukkan dengan urusan akhirat. Salah satu bukti yang menunjukkan betapa sederhana gaya hidupnya ini dapat dilihat dari kebiasaannya dalam berpakaian, bahwa beliau selalu memakai satu baju dan songkok. Selain itu, beliau juga merupakan seorang yang alim, yang selalu menyibukkan dirinya untuk beribadah kepada Allah dan melakukan hal-hal yang bermanfaat seperti mengarang kitab.[1]

Berikut akan dipaparkan secara lebih detail mengenai latar belakang keluarga dan pendidikan beserta kitab-kitab karya beliau.

1.             Latar Belakang Keluarga

Imam Al-Qurthubī dilahirkan di Cordoba, Andalusia atau wilayah Spanyol sekarang. Beliau diperkirakan lahir pada tahun 580 H pada masa pemerintahan al-Muwahhidīn yang berpusat di Afrika Barat dan Bāni Ahmar di Granada (1232—1492 M).[2]

Mengenai latar belakang keluarga, penulis belum menemukan data yang jelas terkait bagaimana keadaan keluarga al-Qurthubī, seperti mengenai nama ayah, ibu dan saudara-saudaranya.

Bahkan di dalam Kitab Tafsīr wa al-Mufassirūn[3] karya Muhammad Husain Adz-Dzahabī, yang merupakan salah satu kitab induk dalam kajian tafsir, penulis tidak menemukan penjelasan terkait latar belakang kehidupan keluarga Imam al-Qurthubī ini.

Imam Al-Qurthubī meninggal dunia di Mesir pada malam senin, tepatnya pada tanggal 9 Syawal tahun 671 H. Makamnya berada di Almenia, di Timur sungai Nil dan sering diziarahi oleh banyak orang.[4]

2.             Latar Belakang Pendidikan

Imam Al-Qurthubī mempelajari bahasa Arab, nahwu, ilmu balaghah, sya’ir, al-Qur’an, ilmu-ilmu al-Qur’an, ilmu qirā’at, fikih dan berbagai macam cabang keilmuan lainnya kepada ulama-ulama di tempat kelahirannya seperti Abū Ja’far Ahmad (Abū Hujjah) yang menulis syarh tentang shahihain dan Rabi’ bin ‘Abd al-Rahmān bin Ahmad bin Rabi’ bin Ubay.[5]

Setelah selesai menimba ilmu di kota kelahirannya, diperkirakan sebelum tahun 648 H, beliau memutuskan untuk melakukan rihlah ‘ilmiyyah sebagaimana tradisi ulama pada masa awal Islam dahulu dengan pergi ke Iskandariyyah, Mesir. Di Iskandariyyah, Imam al-Qurthubī bertemu dengan ulama-ulama sekitar yang mumpuni dalam bidang hadis dan fikih seperti Abū Muhammad ‘Abd al-Wahhāb bin Rawwāj (w. 648 H), dan  Abī al-‘Abbas bin Umar al-Qurthubī yang menulis sebuah syarh untuk kitab al-Musnad al-Shahih karya Muslim ibn Hajjaj.

Setelah dari Iskandariyyah, Imam al-Qurthubī melanjutkan perjalanannya kembali menuju Kairo. Di Kairo, Imam al-Qurthubī banyak menerima ilmu dari ulama-ulama setempat seperti Ibn al-Jummaizī Ali ibn Hibātullah dan al-Hasan al-Bakrī yang merupakan ulama hadis. Setelah itu, Imam al-Qurthubī memutuskan untuk tinggal dan menetap di daerah Almenia di sebelah kota Asyut hingga akhir hayatnya.[6]

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa perjalanan Imam al-Qurthubī dalam mencari ilmu dan belajar kepada ulama-ulama terkenal pada zaman tersebut terbagi ke dalam dua fase yaitu fase Cordoba dan fase Mesir.

Selama hidup dan mencari ilmu di tanah kelahirannya, Imam al-Qurthubī mempunyai beberapa guru yang sangat berpengaruh pada keluasan ilmu yang dimilikinya, diantaranya adalah:

1)            Abū Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Muhammad Al-Qoisī yang dikenal dengan Ibnu Abī Hijjah. Beliau adalah seorang al-Muqri dan ahli nahwu. Wafat pada tahun 643 H, dan beliau termasuk guru pertama Al-Qurthubī.

2)            Abū Sulaimān Robi’ bin ‘Abdurrahmān bin Ahmad al-Asy’arī al-Qurthubī. Beliau adalah seorang hakim di Andalusia hingga jatuh ke tangan Perancis. Beliau berpindah ke Syubailiah/Kota Isabel hingga meninggal di sana pada tahun 632 H.

3)            Abū ‘Āmir Yahyā bin ‘Abdurrahmān bin Ahmad al-Asy’arī, seorang ahli fikih, hadis, kalam dan ushul fikih. Beliau wafat tahun 639 H.

4)            Ābū Hasan ‘Alī bin ‘Abdullah bin Muhammad bin Yūsuf al-Anshārī al-Qurthubī al-Malikī, yang dikenal dengan Ibnu Quthral. Beliau pernah menjabat sebagai seorang hakim dan wafat pada tahun 651 H di Marakisy.

5)            Abū Muhammad ‘Abdullah bin Sulaimaān bin Dāud bin Khauthillah al-Ansharī al-Andalusī. Beliau terkenal sebagai seorang ahli hadis di Andalusia, juga seorang penyair dan ahli nahwu. Beliau pernah menjadi Qadhī di Cordoba dan tempat lainnya. Wafat pada tahun 612 H.[7]

Adapun guru-guru Imam al-Qurthubī setelah ia memutuskan untuk melakukan rihlah ‘ilmiyyah dan menetap di Mesir diantaranya adalah:

1)            Ibnu Rawwāj, yaitu al-Imām Abū Muhammad ‘Abd al-Wahhāb bin Rawwāj. Nama aslinya Zhāfir bin Alī bin Futuh al-Azdī al-Iskandaranī al-Malikī. Beliau wafat pada tahun 648 H.

2)            Ibnu al-Jumaizī, yaitu al-‘Allamah Baha’uddīn Abū al-Hasan ‘Alī bin Hibatullah bin Salamah al-Mashrī asy-Syafi’ī. Beliau wafat pada tahun 649 H dan merupakan salah seorang ahli dalam bidang hadis, fikih dan ilmu qirā’at.

3)            Abū al-Abbās Ahmad bin ‘Umar bin Ibrahīm al-Malikī al-Qurthubī, wafat pada tahun 656 H. Beliau adalah penulis kitab al-Mufhim fī Syarh Shahīh Muslim.

4)            Al-Hasan al-Bakari, yaitu al-Hasan bin Muhammad bin Muhammad bin Amaruk at-Taimī al-Naisaburī al-Dimasyqī atau biasa dipanggil dengan nama Abū ‘Alī Shadruddīn al-Bakari. Beliau wafat pada tahun 656 H. [8]

5)            Abū Muhammad ‘Abd al-Mu’thī bin Mahmūd bin ‘Abd al-Mu’thī bin ‘Abd al-Khālik al-Lakhmī al-Iskandarī. Beliau wafat pada tahun 638 H di Mekkah.[9]

6)            Abū Bakar Muhammad bin Al-Walid dari Andalusia yang mengajar di Madrasah al-Thurthusī.

7)            Abū Thāhir Ahmad bin Muhammad bin Ibrahīm al-Ashfahānī.

8)            Abū Muhammad Rasyid al-Dīn ‘Abd al-Wahhāb bin Dāfir, meninggal pada tahun 648 H.

9)            Abū al-Hasan ‘Alī bin Hibatullah bin Salamah al-Lakhmī al-Mishrī al-Syafi’ī, meninggal pada tahun 649 H. Beliau dikenal sebagai seorang Muftī al-Mukrī, al-Khātib al-Musnid.[10]

Adapun terkait aliran tauhid yang dianutnya menurut Samsurrohman, Imam al-Qurthubī menganut aliran Asy’ariyah berdasarkan penjelasan dalam kitabnya yang berjudul Al-Asnā fī Syarh Asmā Allah al-Husnā. Di dalam kitab tersebut, ketika menjelaskan nama dan sifat-sifat Allah beliau selalu berpegang kepada pendapat para imam yang beraliran Asy’ariyah seperti al-Juwainī, al-Baqillanī, al-Razī, dan Ibnu ‘Athiyah. Selain itu, Imam al-Qurthubī juga menolak keyakinan dan praktik ibadah kaum sufi yang bertentangan dengan syariat.[11]

Kemudian mengenai paham keagamaan, Imam al-Qurthubī adalah seorang mufassir besar dari kalangan Madzab Maliki di Andalusia.[12] Hal ini dapat dipahami karena mayoritas pemerintah dan rakyat Andalusia adalah penganut Madzhab Maliki yang taat.

3.                              Karya-karya

Menurut Ibnu Farihūn sebagaimana yang dikutip oleh Imam al-Dzahabī, bahwa tidak ada seorang penulis yang mampu menyusun kitab sedemikian banyak dan baik sistematikanya sehingga begitu bermanfaat bagi banyak orang sebagaimana yang dilakukan oleh Imam al-Qurthubī.[13]

Para ahli sejarah menyebutkan sejumlah hasil karya Imam al-Qurthubī selain kitabnya yang berjudul Al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān, diantaranya adalah:

1.             Al-Tadzkirah fī Ahwāl al-Maūt wa Umūr al-Ākhirāh. Kitab yang masih terus dicetak hingga sekarang ini berisi tentang gambaran alam kubur, akhirat dan hari kiamat.

2.             Al-Tidzkār fī Afdhāl al-Adzkār. Kitab ini juga termasuk dari karya Imam al-Qurthubī yang masih dicetak hingga sekarang.

3.             Al-Asnā fī Syarh Asmā Allah al-Husnā.

4.             Syarh al-Taqashshī.

5.             Al-I’lam Bimā fī al-Dīn al-Nashārā Min al-Mafāshid wa al-Auham wa Izhar Mahāsin Dīn al-Islām.

6.             Qam’u al-Harsh bi al-Zuhd wa al-Qanā’ah.

7.             Risālah fī Alqam al-Hadis.

8.             Kitab al-Aqdhiyyah.

9.             Al-Mishbah fī al-Jāmi’ Baina al-Af’āl wa al-Shahhah. Sebuah kitab tentang bahasa arab yang merupakan hasil ringkasan Imam al-Qurthubī terhadap kitab al-Af’āl karya Abū Qāsim ‘Alī bin Ja’far al-Qaththa’ dan kitab al-Shahhah karya al-Jauharī.

10.         Al-Muqtabas fī Syarh Muwaththa’ Mālik bin Anas.

11.         Al-Luma’ fī Syarh al-Isyrinat al-Nabawiyyah.[14]

 

Kontributor : M. Khoirul Umam


Referensi

[1] Muhammad Husain Adz-Dzahabī, Tafsīr wa al-Mufassirūn Juz 2 (Kairo: Maktabah Wahbah, 2003), hlm. 336.

[2] Ainaul Mardhiyah, “Melacak Penafsiran Kontemporer di Belahan Barat Dunia Islam” (Pati: Jurnal Hermeunetik, No. 2, Desember, VIII, 2014), hlm. 245.

[3] Ainaul Mardhiyah, “Melacak Penafsiran Kontemporer di Belahan Barat Dunia Islam” (Pati: Jurnal Hermeunetik, No. 2, Desember, VIII, 2014), hlm. 245.

[4] Imam al-Qurthubī, al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān, terjemahan Fathurrahman dkk, Tafsir al-Qurthubī Jilid 1 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm. xv.

[5] Ainaul Mardhiyah, “Melacak Penafsiran Kontemporer di Belahan Barat Dunia Islam” (Pati: Jurnal Hermeunetik, No. 2, Desember, VIII, 2014), hlm. 245.

[6] Ainaul Mardhiyah, “Melacak Penafsiran Kontemporer... hlm. 246.

[7] Imam al-Qurthubī, Muqaddimah al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān (Beirut: Dar Ibnu Hazm, 1997), hlm. 5-6.

[8] Imam al-Qurthubī, al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān, terjemahan Fathurrahman... hlm. xvii.

[9] Imam al-Qurthubī, Muqaddimah al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān... hlm. 6-7.

[10] Abū ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshorī al-Qurthubī, Al-Jāmi’ li Ahkām Al-Qur’an Jilid 1, hlm. 18.

[11] Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 226.

[12] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 174.

[13] Muhammad Husain Adz-Dzahabī... hlm. 336.

[14] Imam al-Qurthubī, al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān, terjemahan Fathurrahman... hlm. xviii.

Share This :

0 Comments