18 Oktober 1964
PW GP Ansor Jawa Tengah Memberikan
instruksi resmi kepada PC GP Ansor se-Jawa Tengah untuk secara aktif memberikan
bantuan dan perlindungan kepada warga yang terganggu oleh buruh tani Indonesia
(BTI-underbow PKI). Sahabat Mahmud Maskur (Ketua PC Ansor Pekalongan) segera
mengumpulkan anggota Ansor-Banser Kotapraja Pekalongan, membahas
langkah-langkah darurat yang harus diambil.
Setelah mendapat restu dari H.
Mustofa Bakri (Ketua Tanfidz PCNU) beliau menyampaikan situasi terkini
diantaranya adalah berbagai aksi sepihak PKI (tokohnya Maktub Hadi, Goyohan dan
BTI) yang mulai berani menyerobot padi dan tanah garapan milik tuan tanah para
tokoh NU di antaranya H. Jonet, H. Walon dan H. Asikhin. Dan PKI menghasut
petani daerah Podosugih dan sekitar pekalongan barat, agar tidak membayar pajak
dan zakat serta menganggap para kiai yang menarik zakat sebagai "Tujuh
setan desa".
Langkah yang diambil saat itu diantaranya:
- Kalau PKI menggerakkan Pemuda Rakyat (PR), maka NU harus mengorganisasi Ansor menjadi Banser yang lebih militan.
- Kalau PKI menggerakkan Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra), maka NU mengaktifkan Lembaga Seni Budaya Muslim (Lesbumi) di THR (Taman hiburan rakyat-jln Merdeka).
- Kalau PKI memperluas pengaruhnya melalui Barisan Tani Indonesia (BTI), NU menghimpun petani dalam Persatuan Tani Nahdlatul Ulama (Pertanu) untuk membendungnya.
- Kalau PKI mengerakkan buruh dengan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), NU punya Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) untuk membendungnya.
- Kalau PKI menyanyikan lagu genjer-genjer yang penuh hasutan dan sindiran, NU mengobarkan sholawat badar.
.
Ada cerita lucu bagaimana para
sahabat Banser juga melakukan Riyadloh Bathin yang dilatih oleh para kyai
disamping Riyadloh Badaniyah yang berupa pencak silat, dan karate serta latihan
senjata. Almarhum Bapak saya bersama
beberapa sahabat segera sowan ke dalem Mbah KH. Ahmad Dimyati Kedawung,
Pemalang yang terkenal sebagai waliyullah. Setelah selesai mengamalkan ijazah
wirid dan puasa dari beliau, para Sahabat Banser disuruh sowan kembali. Ternyata
beliau minta tolong dicarikan kayu bakar di kebun sekitar dan minta para
sahabat mengambil parang dan diasah yang tajam. Tak menunggu lama para Banser segera mengasah
parang setajam mungkin, untuk memotong kayu-kayu tersebut. Setelah itu parang
diteliti, tiba-tiba beliau membacokkan pada Banser yang disitu namun tidak
terluka sama sekali dan semuanya lulus dalam ujian tersebut. Beliau melakukan
tes itu tanpa peringatan untuk menambah kemantapan para Banser berjihad membela
agama nantinya. Hanya satu sahabat Sukri yang tidak berani dites dengan parang,
akhirnya Sukri disuruh oleh KH. Ahmad Dimyati untuk memanjat pohon Randu yang
sudah berusia puluhan tahun dan banyak
sarang semut rangrang. Namun sampai diatas ternyata semua semut itu tidak
menggigitnya malah justus menghindari Sahabat Sukri. Begitu turun langsung
disabet dengan parang dan Alhamdulillah tidak lecet sedikitpun.
Menurut keterangan Sohid Aldin (Alm)
Anggota Banser Cabang Pekalongan saat itu berjumlah 5000 orang. Hal ini tidak
aneh mengingat Pekalongan adalah Basis NU yang diperhitungkan sejak dulu. Terbukti
pada tahun 1930 Pekalongan menjadi tuan Rumah Muktamar Ke V NU yang dipimpin
langsung oleh Hadlratus Syeikh KH Hasyim Asyari dan H Ahmad Muhsin.
Sedikit mundur kebelakang, tahun
1960 PKI membangun sebuah basis kuat di Kota Pekalongan, khususnya di Kelurahan
Sampangan yang terdapat banyak industri batik, jalan Sultan Agung, jalan Hayam
Wuruk, jalan Pintu Dalam dan jalan Haji Win. Munculnya UU Landreform jadi
sarana PKI untuk menghasut para buruh tani dengan iming-imingi akan diberi
tanah yang subur jika ikut PKI. seperti yang terjadi di Kelurahan Podosugih. Saat
itu inflasi besar-besaran, harga-harga menjadi naik hingga mencapao 500%, di
Pekalongan harga beras naik dari Rp 1.000 menjadi Rp 2.000. Dimana setiap
keluarga harus rela antri berjam-jam hanyamendapat jatah beras 1 cangkir itupun
terkadang bercampur dengan kutu atau ulat.
Ansor membentuk Barisan Ansor
Serbaguna (BANSER) tahun1962, diantaranya karena PKI telah merembes ke dalam
tubuh angkatan bersenjata. Ketegangan terjadi antara tahun 1963 hingga tahun
1964 dengan adanya aksi sepihak PKI/BTI (Barisan Tani Indonesia)terhadap para
tuan tanah NU dan kiai Di Pekalongan. Ditambah massifnya kegiatan kesenian yang
dilakukan Lekra di beberapa kelurahan dengan tarian Genjer-Genjer & tarian
bagi hasil. Serta kampanye PKI terhadap
apa yang disebut dengan Tujuh Setan Desa.
Sebelum G30S terjadi, aksi-aksi radikal
PKI makin meningkat dan agresif. demonstrasi, rapat umum, pidato umum, kampanye
pers dan radio, serta kampanye poster dan papan-papan propaganda raksasa dipasang
dipinggir-pinggir jalan pantura. PKI menghasut warga Pekalongan untuk memusuhi
lawan politiknya. PKI juga berusaha merongrong kepercayaan seseorang dengan
propaganda anti agama. Serta kampanye anti-BPS (Badan Pendukung Sukarno) dan
kampanye anti-Manikebu (Manifesto Kebudayaan) akibatnya Golongan Nasionalis dan
Agama mulai bangkit dan benbentrokan tak terhindarkan. Pemuda Rakyat dihadang
Banser, Lekra dihadapi Lesbumi, BTI dibendung Pertanu, dan SOBSI dibendung oleh
Sarbumusi serta lagu genjer-genjer digulung sholawat badar.
Setelah G30S meletus, Suasana kota pekalongan sangat kacau. Mereka menerima surat yang disebar dari udara yang menyatakan adanya operasi RPKAD (sekarang Kopasus) untuk mencari anggota-anggota PKI, BTI, dan Gerwani. Apalagi Pekalongan juga menjadi tempat pelarian anggota PKI dari daerah-daerah lain.
3 Oktober 1965
Secara resmi Ansor menginstruksi anggotanya untuk bersama-sama membantu ABRI memulihkan keamanan dan menjaga keutuhan bangsa serta menyelamatkan revolusi di bawah pimpinan Soekarno. Praktis Pemerintah, Kodim, dan Kepolisian mengumpulkan pemuda Ansor, dan pemuda-pemuda desa untuk dilatih menggunakan senjata dengan tujuan khusus seringkali diarahkan oleh para komandan militer untuk membunuh atau menangkap simpatisan PKI. Simpatisan PKI dijadikan sebagai petunjuk anggota PKI karena mereka mengetahui siapa saja yang menjadi anggota PKI. Setelah anggota PKI dibersihkan simpatisan- simpatisan ini yang kemudian menjadi korban berikutnya.
11 Oktober 1965
Unit Komando Parako di bawah
pimpinan Komandan RPKAD (sekarang Kopasus) Kolonel Sarwo Edhie Wibowo dengan
dikawal peleton Letda Sintong Panjaitan tiba di Pekalongan sebelum melanjutkan
ke Semarang menyusul satu batalyon RPKAD dibawah komando Mayor CI santosa dari Jakarta
malamnya.
Praktis mulai tanggal 17 Oktober 1965, kondisi politik nyaris berubah total dengan massifnya Angkatan Darat melalui RPKAD mengejar dan mendorong pembantaian segera berlangsung dengan cepat meluas ke daerah-daerah. Setelah selesai, maka pasukan RPKAD menyerahkan kembali tugas keamanan ke pemerintah dan pimpinanmiliter setempat, dan tanggal 25 Desember 1965 kembali bergerak menuju Jakarta.
12 Oktober 1965
Ansor Pekalongan mengirimkan beberapa bus anggotanya ikut sertadalam apel akbar se Jawa Tengah di lapangan Universitas Diponegara Peleburan
15 Oktober 1965
NU, Ansor-Banser, dan Partai Katolik
mengadakan rapat akbar dan pengajian di alun-alun Pekalongan dan lapangan
Sorogenen yang diketuai H. Ridwan (NU) yang dihadiri kurang lebih 1.000.000
orang antara lain Walikota, Kodim 0710, Kepala polisi Kota Pekalongan.
(Arsip, Surat laporan tanggal 29 0ktober 1965 dari GP Ansor kota
praja Pekalongan kepada PP GP Ansor tentang peristiwa pengganyangan G 30
S/PKI.)
Dari situ Ansor Banser bersama
pemuda yang tergabung dalam “Kesatuan Aksi Pengganyang Gerakan Kontra-Revolusi
30 September” (KAP-Gestapu) mulai melakukan pembersihan Anggota PKI dan
pembakaran Kantor PKI di Jalan Progo kemudian membakar dan menghancurkan
alat-alat drum band. Sebagian menuju kantor PKI yang berada di Jalan Dr.
Wahidin untuk menghancurkan dan membakarnya. Juga mengobrak-abrik gedung-gedung
PKI, Baperki, dan toko-toko Cina, bioskop Merdeka, Gedung CungHwa Cung Hwi
(sekarang SMA 1 Pekalongan) dan rumah orang-orang komunis.
Operasi penangkapan PKI biasanya
berlangsung dini hari, di mana orang sedang terlelap lalu diambil dari
rumahnyauntuk dikumpulkan di tempat penampungan sementara. Sebagian penangkapan
menggunakan truk berbendera PKI untuk mengecoh PKI, karena mereka Akan menganggap
truk itu milik PKI yang akan melakukan gerakan, sehingga tanpa curiga menaiki
truk tersebut.
Setelah orang-orang PKI ikut naik,
ternyata mereka dibawa ke Depo dan ditahan sementara di sana. Biasanya
orang-orang PKI yang ditangkap ini yang ikut-ikutan, sedangkan gembongnya sudah
melarikan diri sebelumnya. istri-istri mereka banyak yang mengaku janda, dan
para Gerwani yang akan ditangkap biasanya berpura-pura gila dan telanjang,
sehingga yang akan menangkapnya tidak tega.
Orang PKI yang masuk daftar penangkapan dipangil untuk
berkumpul di kodim 0710 Pekalongan. Bagi massa PKI yang mendapat perlindungan
Aparat desa disuruh lapor ke kecamatan untuk menyatakan bahwa mereka tidak
terlibat dalam gerakan PKI dan mereka disuruh apel pagi jam 08.00-10.00. Karena
tempat tahanan tidak cukup untuk menampung semua tahanan, sehingga banyak
rumah-rumah dan gedung-gedung yang kosong milikorang Tionghoa (Cina) digunakan
sebagai tempat penahanan.
Selama dalam masa tahanan di Kota Pekalongan, mereka tidak boleh dijenguk dan berbicara dengan keluarga. Hingga sampai tanggal 30 Desember 1965 tawanan dari G-30-S tercatat sebanyak 3.009 laki-laki, 29 wanita, serta tercatat 206 tahanan meninggal dunia disebabkan sakit mencret. Tahun 1966 terjadi lagi kekacauan keamanan dampak dari kontra revolusi G30S/PKI di Pekalongan
22 Maret 1966
Pukul 07.30 WIB terjadi pengambil
alihan gedung sekolah asing milik warga negara RRT didesa Grogolan yang
dilakukan sekolah SMA dan SPG dengan menggunakan organisasi Kodjarsena
(Pramuka) pimpinan guru-guru SMA. Setiadji dan Setiadi tanpa menimbulkan korban
dan pengrusakan.
6 April 1966
Pukul 14.00 terjadi pengrusakan dan
pencabutan papan-papan nama partai dari PNI, GSNI,dan Persatuan Wanita
Marheinis di Kota Pekalongan oleh orang-orang KAPPI dan KAMI yang tergabung
dalam rombongan MAN Arif Rochman Hakim sekembalinya dari Solo dan bermalam di
Pekalongan. Bentrokkan timbul dari Pemuda Marheinis dan golongan Pemuda Pelajar
yang tergabung dengan rombongan KAPPI/KAMI;
7 April 1966
08.00 terjadi pengambilan alih gedung kediaman Tiong Hwa yangsudah
diamanatkan Go Jo Han Jalan Sultan Agung No. 109 yang dilakukan olehKAPPI
Pekalongan pimpinan Cherodji, Syeh, dan Imam Soeripto.
...
Untuk arwah Para sahabat Banser yang telah mendahului kita,
bilkhusus Bapak saya Zaenuri bin Nurzen dan Komandan Sohid Aldin ..
Alfatihah...
Penulis : Sahabat Amin Nur (Anggota Instruktur Satkorcab Banser
Kab. Pekalongan)
0 Comments