ZDIRY-TUFWT-EBONM-EYJ00-IDBLANTER.COM
ZDIRY-TUFWT-EBONM-EYJ00
BLANTERWISDOM105

PERBEDAAN KHILAFAH DAN SYARIAT

Jumat, 28 Agustus 2020
Sumber foto : klikkabar.com


Banyak orang yang menganggap bahwa tanpa khilafah, syariat tidak akan berdiri tegak. Menurut mereka, syariat dan khilafah tidak bisa dipisahkan. Benarkah demikian? 

Pada dasarnya, syariat dan khilafah merupakan dua hal yang berbeda. Syariat artinya hukum hukum Allah. Apa saja itu? Sholat lima waktu, membayar zakat, puasa, haji, baik dengan saudara dan tetangga, baik dengan pasangan, dan lain sebagainya. Apakah termasuk potong tangan untuk pencuri, rajam untuk pezina, dan hukuman mati untuk pembunuh? Iya. Tapi, itu hanya sebagian kecil syariat. Syariat mempunyai dimensi yang lebih luas, bukan hanya hukum pidana semacam itu.

Di fiqih, hukum pidana disebut bab jinayah. Dalam tataran praktik pun, jinayah memerlukan ketelitian mendalam. Contoh, pencuri harus diteliti mengapa ia mencuri. Pada masa Khalifah Umar bin Khatab, seorang budak ketahuan mencuri seekor ternak. Alih alih langsung dipotong tangan, budak tersebut ditanya mengenai alasan dia mencuri. Setelah ditanya, ternyata karena tuannya yang tidak memberikan nafkah sewajarnya sehingga sang budak kelaparan. Hukuman pun dijatuhkan, bukan kepada budak yang mencuri, melainkan kepada tuan sang budak yang telah melakukan kezaliman.  Begitu pun orang yang dituduh berzina, tidak serta merta dicambuk atau dirajam. Si penuduh harus menghadirkan empat saksi yang adil bahwa mereka melihat orang yang dituduh betul betul melakukan perzinahan (hubungan intim di luar nikah). Jika saksi tidak dapat dihadirkan, justru bisa si penuduh yang dijatuhi hukuman

Hal terpenting lainnya dalam fiqih jinayah, penegakan hukum jinayah harus diserahkan kepada negara. Personal atau perorangan tidak bisa menegakkan hukum di atas orang lain. Jika negara mempunyai sistem hukum pidana sendiri, maka sebagai warga negara modern, kita patuh. Meski pun secara keyakinan, kita tetap boleh menganggap pidana Islam lebih baik dari pada pidana yang berlaku.

Adapun khilafah adalah bentuk negara dengan teritorial dan pimpinan tertentu bagi semua orang Islam. Secara mudah, khilafah artinya Semua orang Islam bersatu di dalam satu negara. Saya ulangi, Semua orang Islam bersatu dalam satu negara Negaranya satu, pemimpinnya satu, disebut khalifah. Kepemimpinannya disebut khilafah

Oleh karena itu, ada yang bilang, khilafah Bani Abbasiyyah dan Bani Umayyah II di Spanyol sudah bukan khilafah lagi, melainkan kerajaan. Karena, dua kerajaan tersebut sama sama ada pada waktu bersamaan.Saya sepakat dengan penegakan syariat, meski pun bagi saya, caranya harus dengan cara yang beradab. Akan tetapi, bukan dengan khilafah. Saya dengan tegas menolak dengan tegas jika khilafah ditegakkan sekarang. Kecuali, ketika memang ada Imam Mahdi yang memang ada nash untuk berbaiat kpd beliau dan menjadikan beliau khalifah. Mengapa? Karena harus menyatukan semua umat Islam di bawah satu negara. Bayangkan, betapa njlimetnya melakukan itu

Jika khalifah nya orang Yaman, orang Arab Saudi mungkin tidak mau dipimpin orang Yaman. Atau jika khalifahnya orang Brunei, bangsa Arab akan merasa lebih utama. Sangat susah sekali untuk menyatukan seluruh kaum muslimin di bawah satu negara. Hal ini justru berpotensi menyebabkan konflik baru: perebutan kekuasaan. Saling klaim siapa yang menjadi khalifah. Bagi rakyat, mungkin akan mudah menerima siapa pun khalifahnya. Tapi, bagi para raja yang sebelumnya berkuasa? Mungkinkah mereka akan dengan legowo mengalah? Akankah kita mengulang peristiwa berdarah pembantaian satu klan seperti masa lalu, hanya krn ingin jabatan khalifah yang duniawiyah? Jelas, penegakan khilafah dapat dikatakan baik secara konsep, namun menjadi utopia di tataran penerapan.

Sistem khilafah juga tidak bisa asal klaim. Contoh, satu kelompok di Indonesia mengaku baiat kepada seseorang khalifah, kemudian menganggap ada khilafah baru. Nanti, kelompok lain melakukan hal yangg sama, baik senegara, ataupun di luar negeri. Mau berapa kelompok kekhilafahan di dunia ini? Bukankah khilafah artinya juga persatuan, mengapa sama-sama ada perpecahan lagi?

Di dalam khazanah Islam, ada kekhilafahan lain selain kekhilafahan yang berkutat pada negara, yaitu kekhilafahan thariqah. Kekhilafahan ini pun hanya berkutat pada jama'ahnya. Baiat yang dilakukan hanya sebatas baiat guru murid, bukan baiat seperti negara. Kekhilafahan Thariqah tetap mewajibkan dirinya taat kepada hukum penguasa negara setempat.

Oleh karena itu, semua sudah dipikir mendalam oleh ulama ulama kita. Pertikaian akan semakin tajam jika kita terus membahas khilafah. Bukan tidak setuju, namun ada hal lain yg harus diutamakan. Negara lain sudah maju dengan teknologi dan kemajuan ilmiahnya. Jika kita masih juga berkutat dengan sistem negara, mau sampai kapan Islam akan menonjolkan diri? Bukankah kita mempunyai sisi sisi yang tidak dimiliki peradaban barat yang dianggap maju, seperti spiritual, akhlak, dan adab dan perlu kita tonjolkan?

Pertikaian akan semakin tajam jika kita terus membahas khilafah. Bukan tidak setuju, namun ada hal lain yang harus diutamakan.

Mengutip pesan Syaikhina Maimun, bahwa zaman ini sudah bukan zaman khilafah, namun zaman syiar. Kita perbanyak syiar agama. Dengan cara baik, cara apapun yang bisa kita lakukan. Sekali lagi, khilafah baik secara konsep, namun akan menimbulkan banyak pertikaian jika diterapkan sekarang. Lalu, sampai kapankah kita akan terus menerus bertengkar dan bersitegang untuk membahas hal ini?
.
Hanya saja, pertanyaannya, jika tanpa khilafah, penegakan syariat tidak kita perjuangkan? Oo. Tidak juga. Masih ada cara lain. Ada kontrol kepala keluarga agar anggota keluarganya melaksanakan sholat, puasa, zakat, dan haji (bukankah rukun Islam juga merupakan syariat?). Ada pula dengan cara taklim, pengajian, sekolah, dan pondok pesantren. Tetap ada cara cara lain agar syariat dan syiar Allah meluas di bumi. Cara yang halus dan tidak menimbulkan kegaduhan.


Wis ya? Khilafah karo syariah iku bedo. Paham to? Wallaahu A'lam

 

Penulis : Muhammad Ibnu Salamah

Share This :

0 Comments