Kyai Hasan Gipo atau Kyai Hasan Basri lahir di Surabaya pada tahun 1869 di Kampung Sawahan (sekarang Jl. Kalimas Udik). Beliau lahir dari lingkungan keluarga santri kaya yang dikenal dengan nama keluarga Gipo, bertempat tinggal di kawasan perdagangan elite di Ngampel yang bersebelahan dengan pusat perdagangan di Pabean, sebuah pelabuhan sungai yang berada di tengah kota Surabaya yang berdempetan dengan Jembatan Merah. Keluarga Gipo yang berdarah Arab, merupakan saudagar kaya di daerah komplek Ampel, Surabaya. Hingga kampung tempat Gipo tinggal kemudbeliaun dikenal dengan Gang Gipo dan keluarga ini mempunyai makam keluarga yang dinamai makam keluarga, makam Gipo di kompleks Masjid Ampel. Gang Gipo sendiri kini berubah menjadi Jalan Kalimas Udik.
Sebagai seorang yang mampu secara ekonomi Kyai Hasan Gipo juga mendapatkan pendidikan cukup memadai selain belajar di beberapa pesantren di sekitar surabaya, juga sekolah di pendidikan umum ala Belanda. Meskipun mendapatkan pendidikan model Belanda tetapi jiwa kesantrbeliaunnya masih sangat kental dan semangat kewiraswastaannya sangat tinggi, sehingga kepemimpinan ekonomi di kawasan bisnis Pabean masih dipegang oleh keluarga itu, hingga masa Kyai Hasan Gipo.
Karena hampir seluruh kbeliaui Jawa Timur merasa sebagai pengikut dan penerus Sunan Ampel, maka setbeliaup saat mereka berziarah ke makam keramat di kota Surabaya itu. Kunjungan mereka itu banyak disambut oleh keluarga Gipo di Ampel. Persahabatan Kyai Hasan Gipo dengan para ulama yang telah dirintis kakeknya terus dilanjutkan, sehingga beliau sangat dikenal oleh kalangan ulama, sebagai saudagar, aktivis pergerakan dan administratur yang cerdik. Tidak sedikit pertemuan para ulama baik untuk bahtsul masail maupun untuk membahas perkembangan politik yang dibiayai dan difasilitasi oleh Kyai Hasan Gipo. Sebagai sesama penerus Sunan Ampel dan sesama sudagar membuat Kyai Hasan Gipo sering bertemu dengan KH Wahab Hasbullah dalam dunia pergerakan.
Sebagai seorang pedagang dan sekaligus aktivis pergerakan yang tinggal di kawasan elite Surabaya, hal itu sangat membantu pergerakan Kiai Wahab. Beliaulah yang selalu mengantar Kiai Wahab menemui para aktivis pergerakan yang ada di Surabaya, seperti HOS Cokroaminoto, Dr. Soetomo dan lain sebagainya. Di situlah Kiai Wahab dan Kyai Hasan Gipo berkenalan dengan para murid HOS Cokroaminoto seperti Soekarno, Kartosuwiryo, Muso, SK Trimurti dan masih banyak lagi. Di situlah para aktivis pergerakan nasional baik dari kalangan nasionalis dan santri bertemu merencanakan kemerdekaan Indonesbeliau.
Pertemuan antara Kyai Hasan Gipo dengan Kiai Wahab serta kiai lainnya makin intensif. Beliau kemudian terlibat aktif dalam pendirian Nahdlatul Wathan (1914), walaupun tidak tercatat sebagai pengurus. Selanjutnya beliau juga menjadi peserta diskusi dalam forum Taswirul Afkar (1916).
Karena itu pengetahuannya sangat teruji, dan kemapuan berargumentasinya sangat memukau. Selain itu beliau juga telah aktif terlibat dalam Nahdlatut Tujjar (1918) yang memang bidangnya. Dalam forum semacam itu beliau berkenalan dengan ulama lainnya makin intensif seperti Kiai Hasyim Asy’ari dan beberapa kiai besar lainnya di Jawa yang telah lama menjadin pershabatan dengan keluarga Ampel itu.
Bahkan ketika para ulama membentuk Komite Hejaz dan akan mengirimkan utusan ke Makah, sumbangan Kyai Hasan Gipo juga sangat besar, karena beliaulah yang mempelopori penghimpunan dana dan beliau sendiri pun menyumbang sangat besar. Atas prestasinya yang banyak memberikan sumbangan, dan memiliki kecakapan teknis dalam menangani administrasi organisasi serta penggalangan dana masyarakat.
Karena itu ketika Nahdlatul Ulama berdiri, dalam sebuah pertemuan terbatas yang dipimpin kiai Wahab Hasbullah di kawasan Bubutan Surabaya itu beliau langsung ditunjuk sebagai Hoftbestoor (Pengurus Besar) NU sebagai Ketua Tanfidziyah dan usul itu langsung disetujui oleh Kiai Hasyim Asy’ari yang sebelumnya sudah sangat mengenal Kyai Hasan Gipo serta latar belakang keluarganya.
Walau sebagai pengurus NU bisnisnya tetap berkembang, bahkan kemudian juga dikembangkan ke sektor properti, beliau banyak memiliki perumahan, pertokoan dan pergudangan yang ini kemudian disewakan, saat itu kebutuhan terhadap sarana bisnis tinggi, karena itu tingkat hunian propertinya juga tinggi, sehingga keuntungan yang diperoleh dari sini juga tinggi, sehingga beliau bisa menyumbang banyak ke NU, baik ketika Muktamar maupun untuk sosialisasi dan pengembangan NU ke daerah-daerah lain, sehingga bisa dilihat NU berkembang sangat cepat dari Surabaya, pada tahun kedua telah menyebar di Jawa Tengah, bahkan pada tahun kelima telah menyebar ke Jawa Barat, bahkan ke Kalimantan dan Singapura.
Seperti dilukiskan Saifuddin Zuhri, yang menggabarkan Kyai Hasan Gipo sebagai sosok yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga gagah secara fisik, karena itu ketika terjadi perdebatan tentang masalah teologi antara Kiai Wahab Hasbullah dengan Muso yang ateis itu bisa mengganti kedudukan Kiai Wahab yang bosan menghadapi Muso yang hanya bisa debat kusir tanpa nalar dan tanpa hujjah yang benar. Maka dengan gagah berani beliau melakukan debat dengan Muso tokoh PKI yang dikenal sebagai Singa podium itu ditaklukkan. Setiap argeumennya bisa dipatahkan, sehingga alumni Moskwo dan anak didik Lenin itu keteteran. Tidak hanya itu Arek Suroboyo ini juga berani menantang Muso berkelahi secara fisik. Anehnya Muso yang biasanya brangasan itu tidak berani menghadapi tantangan Kyai Hasan Gipo.
Selain menguasai ilmu agama, setiap orang pesantren selalu menguasai ilmu kanuragan, sebab ini bagian dari tradisi pesantren, dan tampaknya Kyai Hasan Gipo juga memiliki ilmu ini, itu yang membuat Muso ngeri menghadapi Kyai Hasan Gipo.
Jabatan ketua Tanfidziyah itu dipegang Kyai Hasan Gipo selama dua masa jabatan, baru pada Muktamar NU Ketiga 1929 di Semarang beliau digantikan oleh KH. Noor sebagai ketua Tanfidziyah yang baru juga berasal dari Surabaya. Selanjutnya pada Muktamar NU ke 12 tahun 1937 di Malang kemudian KH Noor digantikan oleh KH Mahfud Shiddiq, kakak kandung KH Ahmad Shiddiq.
Setelah tidak lagi menjadi Ketua Tanfidziyah PBNU, Kyai Hasan Gipo kembali mengembangkan bisnisnya, hingga semakin besar. Sebagian hasil keuntungannya tetap disumbangkan pada NU dan pesantren. Sebab pada masa rintisan NU membutuhkan banyak dana, apalagi saat itu Muktamar dilaksanakan setiap tahun, maka sudah pasti Kyai Hasan Gipo tergerak untuk membantu pendanan Muktamar NU setiap kali diselenggarakan, baik di Surabaya maupun di luar Jawa.
Aktivitas Kyai Hasan Gipo terus dilanjutkan hingga menjelang wafatnya pada tahun 1934. Beliau dimakamkan di kompleks pemakaman Sunan Ampel dalam pemakaman khusus keluarga Sagipoddin. Beliau mempunyai tiga orang anak yang melanjutkan usaha bisnisnya dan sekaligus sebagai penerus dinasti Gipo yang masih terus aktif hingga saat ini.
Lahul Fatihah...
Penulis: Dafid Fuadi
[02:51, 7/11/2020] Mamuk: KH HASAN GIPO
(Ketua Tanfidziyah PBNU Pertama)
- Lahir di Surabaya pada tahun 1869 di Kampung Sawahan (Sekarang Jl. Kalimas Udik).
- Lahir dari lingkungan keluarga santri kaya yang dikenal dengan nama keluarga Gipo.
- Merasakan dua model pendidikan sekaligus, pendidikan pesantren dan umum ala belanda.
- Sosok yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga gagah secara fisik.
- Dikenal sebagai saudagar, aktivis pergerakan dan administratur yang cerdik.
- Orang dekat K.H Wahab Hasbullah di dunia pergerakan dan perdagangan.
- Penghubung K.H Wahab Hasbullah dengan para aktivis pergerakan yang ada di Surabaya, seperti HOS Cokroaminoto, Dr. Soetomo dan lain sebagainya.
- Terlibat aktif dalam pendirian Nahdlatul Wathan (1914).
- Peserta diskusi dalam forum Taswirul Afkar (1916).
- Aktif terlibat dalam Nahdlatut Tujjar (1918)
- Penyumbang dan penggalang dana Komite Hijaz ketika mengirim utusan ke Makkah.
- Ditunjuk K.H Wahab Hasbullah menjadi Ketua Tanfidziyah NU pertama yang juga disetujui K.H Hasyim Asy’ari.
- Menjabat Ketua Tanfidziyah NU selama dua masa jabatan.
- Banyak harta beliau yang disumbangkan untuk turut serta membantu penyebaran NU di luar Jawa Timur.
- Beliau mempunyai tiga orang anak.
- Wafat pada tahun 1934, dimakamkan di kompleks pemakaman Sunan Ampel.
Share This :
0 Comments