ZDIRY-TUFWT-EBONM-EYJ00-IDBLANTER.COM
ZDIRY-TUFWT-EBONM-EYJ00
BLANTERWISDOM105

TITIK LUWES DAN KETAT PARA IMAM MADZHAB

Rabu, 26 Februari 2020

Para Imam 4 Madzhab selalu mempunyai cara unik tersendiri dalam menetapkan hukum. Ada sisi ketatnya, ada sisi longgarnya. Madzhab Imam Abu Hanifah lebih mendahulukan Al Quran daripada hadis. Hal ini karena latar belakang beliau pada waktu itu belum ada seperangkat ilmu untuk mendeteksi keshahihan hadis.Hadis-hadis palsu berseliweran pada zaman Imam Abu Hanifah. Oleh karena itu, beliau hanya sedikit saja menggunakan hadis dalam pendapatnya.
Sumber gambar : ideapers.com

Meski selektif dalam menggunakan hadis, Madzhab ini mempunyai keluwesan tersendiri dalam hukum, yang disebut Istihsan. Istihsan adalah kebolehan pengamalan sebuah amalan asal sudah dianggap baik oleh mayoritas kaum muslimin, meskipun tdk ada dalil nash nya. Karena berdasar pada hadis yang mengatakan bahwa kaum muslimin tidak akan sepakat di dalam kesesatan.
Madzhab Imam Malik juga ketat dalam berdalil. Beliau seringkali menjawab pertanyaan dg jawaban "Aku tidak tahu" di beberapa masalah yang blm ada dalilnya. Akan tetapi, beliau juga longgar dalam masalah kehidupan masyarakat Madinah. Beliau menganggap, adat masyarakat Madinah dapat dijadikan sumber hukum, meskipun tidak ada nash Quran dan Hadisnya. Hal ini karena beliau percaya bahwa adat Masyarakat Madinah masih mempunyai bekas-bekas kental ajaran Rasulullah SAW.

Madzhab Imam Syafi'i terang-terangan menggunakan Ijma' dan Qiyas, dua pokok yang tidak terkenal pada dua madzhab sebelum beliau. Ijma' adalah kesepakatan semua sahabat tentang hukum sebuah kejadian, dan Qiyas adalah analogi kesamaan hukum antara yang sudah ada nashnya (ushul) dengan yang belum ada nashnya (far'un) asalkan mempunya kecocokan keadaan atau sifat ('illat) yang sama.
Pengharaman Narkoba, dan kebolehan zakat dengan beras termasuk produk dari Qiyas. Melalui Qiyas, amalan-amalan yang tidak tertulis mendapat legitimasi hukum asalkan ada illat yang sama dengan amalan yang sudah ada nashnya.

Adapun Imam Ahmad ibn Hanbal tidak suka menggunakan Qiyas dalam ibadah. Akan tetapi, beliau bersedia menggunakan hadis dhaif pada masalah-masalah yang belum diketemukan dalil yang lebih shahih. Beliau mendahulukan hadis dhaif daripada Qoul Ulama. Oleh karena itu, termasuk Bid'ah dalam pemahaman, dan tidak pernah dicontohkan oleh Imam-Imam kita, ketika kita beragama, namun merasa sempit. Sebagian kaum muslimin menolak hadis Dhaif, namun juga mengesampingkan, Istihsan, Qiyas, dan Adat kaum muslimin. Dari mana ajaran agama seperti ini berasal?

Agama menjadi dogma dan aturan yang kaku dan sempit. Padahal, Rasul diutus untuk memberi kabar gembira dan peringatan. Antara kedua hal tersebut harus seimbang. Ada keluwesan, humanisme, toleransi, namun juga ada aturan-aturan yang wajib kita patuhi dengan lingkup balutan rahmat Allah ta'ala.
Wallaahu A'lam

Penulis : Muhammad Ibnu Salamah

Share This :

0 Comments