“Orang yang masih terganggu dengan hinaan dan pujian manusia, dia masih hamba yang amatir.” Kata-kata Gus Dur di atas–yang juga terpampang di kantor PBNU–mengingatkan kita pada perjuangan BANSER NU dewasa ini yang tak henti-henti nya menuai bullying dari pihak-pihak yang notabene tidak menyukai perjuangan Nahdlatul Ulama. Sebut saja mereka "minhum". Saking banyaknya bullying yang dilontarkan minhum kepada Banser, sampai kemudian muncul guyonan santuy ala kader-kader muda Nahdliyin dengan mempertanyakan kembali sebenarnya apa singkatan dari BANSER itu sendiri. Jangan-jangan BANSER itu singkatan dari Barisan Ansor Serbasalah. Menjaga gereja salah, menyurati pengajian yang tanpa izin salah, membakar bendera ormas terlarang salah, assssudahlah..... Faktanya, dalam menilai atau katakanlah menafsirkan sesuatu, minhum cenderung lebih mengedepankan apa-apa yang tersurat, tekstualis katakanlah. Lebih mementingkan sampul daripada isi. Khas ala-ala kaum Khawarij masa lampau. Namun, seolah sudah tahan banting. Mental yang sudah ditempa betul ketika melewati masa-masa DTD atau Diklatsar membuat kader-kader Banser tetap santuy dan pede dalam menghadapi banyaknya bullying yang datang dari segala penjuru mata angin. Masih hangat diingatan kita tentu saja, ketika Banser Jakarta Selatan, Sahabat Eko dengan santuy nya menghadapi oknum yang sengaja mempersekusi dan memancing amarah nya di tempat umum. Kader-kader Banser tahu, kapan waktunya untuk diam mengalah dan kapan waktunya untuk bergerak dan melawan.
Share This :
0 Comments