ZDIRY-TUFWT-EBONM-EYJ00-IDBLANTER.COM
ZDIRY-TUFWT-EBONM-EYJ00
BLANTERWISDOM105

JALAN TRABAS ALA "GUS MIEK' (BIOGRAFIS SINGKAT KH. HAMIM THOHARI JAZULI)

Senin, 23 Desember 2019

Kelahiran Gus Miek

Pada tanggal 17 Agustus 1940, seorang bayi lahir dari keluarga K.H. Djazuli. Kelahirannya sangat dinanti-nantikan karena selama mengandung sang ibu mengalami berbagai peristiwa dan mimpi yang luar biasa yang belum pernah dialami sebelumnya meski sang ibu telah mengandung dan melahirkan sebanyak 4 kali.
Sebelum kelahiran Gus Miek, sang ibu mulai mendapatkan tanda-tanda kewalian anaknya. Sang ibu menerima tamu tak dikenal yang memberikan gabah (padi) dalam jumlah yang sangat banyak untuk persiapan pesta penyambutan kelahiran anaknya. Hal ini ternyata sejalan dengan apa yang dialami Gus Miek di masa mendatang. Selama perjalanan dakwah Gus Miek, ada yang memberikan mobil, rumah, hotel dan tanah. Pemberian itu itu ada yang diterimanya dan ada yang diabaikannya.
Hamim Tohari Djazuli, lebih sering dipanggil Amiek atau Gus Miek tumbuh dan berkembang menjadi anak yang lucu. Gerak-geriknya terlihat halus dan lembut, seolah-olah mencerminkan kehalusan dan kelembutan hatinya. Kata-kata dan tingkah lakunya mengagumkan, menjadikan orang yang ada di sekelilingnya merasa teduh, tenang, penuh kedamaian dan perhatian yang tulus.

Semasa kecil, Gus Miek selalu menundukkan muka ketika berjalan seolah mencerminkan rasa kerendahan hatinya yang mempesona. Langkah kakinya pelan, penuh kehati-hatian dan ketenangan, menjadikan orang yang melihatnya terpukau dalam keanggunan dan keheningan perilakunya. Ia sedikit bicara dan suka menyendiri, berbeda dengan saudara-saudaranya dan teman sebayanya yang lebih senang dekat dengan ibunya atau kepada para santri.

Gus Miek kecil jarang makan di rumah. Bila makan di rumah, saat saudara-saudaranya menanyakan apa menu makannya, ia lebih banyak diam dan menunggu, menerima begitu saja menu yang disiapkan. Selain itu, Gus Miek memiliki suara yang merdu, lebih menonjol dibandingkan saudara-saudaranya pada saaat bersama-sama mengaji al-Quran. Bacaan al-Quran-nya fasih, mendayu-dayu dan mampu menyejukkan hati pendengarnya. 
Saat Gus Miek bersekolah di SR (Sekolah Rakyat) beliau mulai menampakkan keanehannya dengan membolos sekolah. Bila dicari oleh ibunya untuk berangkat sekolah dan mengaji, ia sering berkilah dan menyuruh santri agar menutupi persembunyiannya dengan berbagai cara. Di sekolah ia jarang memperhatikan pelajaran sebagaimana murid yang lain. Suatu ketika seorang guru menghukumnya dengan menyuruhnya menyanyi, tetapi Gus Miek justru mengumandangkan azan dengan suara yang merdu, membuat sang guru tidak lagi memarahinya. 

Di madrasah, Gus Miek hanya sampai kelas pertengahan Alfiah. Kelas Alfiah adalah kelas hapalan yang terkenal rumit dan sulit. Dalam pendidikan, terutama belajar membaca al-Quran, Gus Miek pertama kali dibimbing langsung oleh ibunya, kemudian diserahkan kepada Ustad Hamzah, namun proses mengaji al-Quran ini tidak berlangsung lama karena baru belajar satu juz Gus Miek sudah minta khataman (kelulusan). Hal itu menimbulkan pertengkaran dengan teman-temannya tetapi pertengkaran itu akhirnya dilerai oleh sang Ustad Hamzah. Akhirnya Gus Miek diluluskan terlebih dahulu.

Pada suatu hari KH. Mahrus Ali dari Lirboyo datang ke Ploso untuk mengambil Gus Miek agar belajar di Lirboyo. Gus Miek belajar di Lirboyo sekitar tahun1956 atau 1957. Di Lirboyo Gus Miek hanya bertahan 16 hari kemudian ia pulang. Hal itu membuat keluarga KH. Djazuli resah.

Namun keresahan itu berganti tatkala Gus Miek menggantikan ayahnya mengajar ngaji beberapa kitab kuning kepada santri-santri. Setelah lama berselang Gus Miek kembali lagi ke Lirboyo, di sanalah ia menemukan teman yang bernama Abdullah dari Magelang, Gus Miek banyak melakukan silaturrahmi ke orang-orang besar seperti KH. Dalhar yang mengasuh sebuah pondok pesantren di Watucongol Magelang Jawa Tengah, Mbah Jogoreso, KH. Masud dari Pagerwojo, KH. Hamid dari Pasuruan, KH. Hamid dari Kajoran, KH. Ahmad Siddiq dan lain-lain.8 Gus Miek menikah dua kali, yang pertama dengan seorang gadis yang bermana Zaenab. Pada saat menikah dengan Zaenab usia Gus Miek masih 16 tahun sedang Zaenab masih 9 tahun, kemudian atas pertimbangan dari kedua belah pihak keluarga Gus Miek pun bercerai dari Zaenab, kemudian menurut saran dari sang guru KH. Dalhar, Gus Miek berjodoh dengan seorang gadis yang bernama Lilik Suyati. Namun pihak keluarga Gus Miek kurang menyetujui, ada beberapa sebab yang pertama ayah angkat dari Lilik Suyati ini adalah pentolan Partai Komunis Indonesia (PKI), yang ke dua Lilik Suyati sediri bukan dari kalangan pesantren (bukan santri) itulah yang menjadi pertimbangan bagi KH. Djazuli, namun keberatan-keberatan itu tidak menjadi pertimbangan bagi Gus Miek sehingga pernikahan pun terjadi pada tanggal 28 Dzulhijjah 1379 (1960) dan dari pernikahan ini Gus Miek dikaruniai tiga orang putra dan dua orang putri.9

Di sepanjang hidupnya, Gus Miek telah mendirikan dua buah jamiyah yang hingga kini diikuti oleh ribuan umat. Pertama, jamiyyah amalan dzikir yang dinamakan Dzikrul Ghofilin dan yang kedua adalah semaan al-Quran yang diberi nama Jantiko Mantab.10 Perjuangan dan perjalanan hidup Gus Miek berakhir pada hari Sabtu, 5 Juni 1993 hari di mana Gus Miek meninggalkan dunia fana untuk menemui Allah yang sangat dicintainya, dan di saat itulah ratusan bahkan ribuan jamaah mengantarkannya menuju ke tempat pembaringan terakhir di Makam Tambak Kediri Jawa Timur.

Jalan Terabas Menuju Tuhan

Gus Miek menyebut laku hidupnya sebagai mlaku dalan terabas (berjalan melalui jalan pintas). Jalan pintas tidak diartikan sebagai sekadar berjalan atau sepintas lalu saja dalam mengarungi kehidupan, melainkan sebuah ikhtiar seorang manusia untuk menjalani hidup dengan sukses, di dunia maupun di akhirat. Jalan terabas adalah kerangka pemikiran yang dikembangkan oleh Gus Miek; seorang wali yang termasyhur di tanah Jawa. Jalan terabas adalah jalan pintas atau jalan yang terdekat dari sekian banyak jalan yang ada untuk mencapai sebuah tujuan.

Gus Miek sendiri pernah menyatakan bahwa jalan menuju Tuhan itu banyak; tidak satu. Al-Quran menyatakan dengan kata-kata subul (jalan yang banyak). Dari banyak jalan itu ada yang bersifat terabas (pintas) yang dapat menghantarkan seseorang lebih cepat untuk dekat dengan Tuhannya. Menurut Gus Miek agar seseorang bisa cepat sampai kepada Tuhan adalah dengan mendekati para wali (kekasih) Allah. Gus Miek berkata, Cedeko karo Gusti Allah (kun maa Allah), nek ora iso, cedeko wong sing cedek Gusti Allah (kun maa man maa Allah).

Jalan terabas yang terkandung dalam ucapan Gus Miek di atas adalah bahwa dalam mencapai kedekatan dengan Allah dapat dilakukan dengan mendekatkan diri dengan para kekasih Allah. Jalan ini disebut jalan terabas karena jalan ini tidak sulit untuk ditempuh seseorang. Aktif mengikuti pengajian seorang wali, mendatangi majelisnya adalah suatu hal dapat dilakukan oleh semua orang.

Dalam kerangka mendekatkan diri kepada Allah melalui jalan terabas Gus Miek mendirikan sebuah majelis amalan zikir dan wirid yang disebut dengan Dzikrul Ghofilin. Dalam buku amalan Dzikrul Ghofilin dapat dilihat dengan jelas bagaimana jalan mendekatkan diri kepada Allah dengan mendekatkan diri kepada para kekasih Allah dengan cara berkirim bacaan al-Fatihah kepada para kekasih Allah itu. Berikut ini akan digambarkan muatan dari wirid Dzikrul Ghofilin: Amalan ini diawali dengan membaca basmallah diikuti dengan berkirim al-Fatihah kepada Nabi Muhammad Saw, Syaikh Abdul Qodir al-Jailani, Syaikh Abi Hamid al-Ghazali, dan Syaikh Abdullah Ibn Alwi al-Haddad. Dilanjutkan dengan doa al-Fatihah, Ayat Kursi, al-Asmaul Husna dan doa kebaikan dunia akhirat. Berikutnya adalah berkirim al-Fatihah kepada seluruh para Nabi dan Rasul, dan masih banyak lagi yang lain dan ditutup dengan doa.15

Menurut Gus Miek ulama yang dikirimi al-Fatihah dalam Dzikrul Ghofilin adalah yang akan diikuti para pengikutnya besok di akhirat, ia berkata, Ulama sesepuh sing difatihahi kalih tiyang-tiyang sing tertera, tercantum dalam Dzikrul Ghofilin, niku sing badhe kulo panjenengan dhereki fil akhirat.

Ulama yang dimaksud Gus Miek dalam Dzikrul Ghofilin kurang lebih berjumlah 48 orang yang terdiri dari tokoh-tokoh sufi dalam akidah seperti al-Bastami, al-Muhasibi, Junaid al-Baghdadi, Suhrawardi, al-Hallaj, ar-Rumi, tokoh-tokoh sufi dalam tarekat seperti Abdul Qodir al-Jailani, an-Naqsabandi, ar-Rifai, tokoh-tokoh sufi dari Iran seperti Ibrahim Adham, as-Syari Asyaqati dan Maruf al-Kharakhi, juga tokoh-tokoh sufi dari Mesir dan Syam.
Jalan terabas dalam menuju Tuhan sebagaimana diajarkan Gus Miek tujuan akhirnya adalah masuk surga yang berarti mendapatkan kesuksesan di akhirat. Untuk mencapai surga dengan demikian tidak sesulit yang dibayangkan banyak orang, dengan laku Gus Miek, jalan menuju Tuhan dalam mencapai surga-Nya adalah hal yang dapat dilakukan oleh semua orang. Inilah yang dimaksud dengan jalan terabas.


Karomah Gus Miek

1. Sholat di atas dahan pisang

Suatu sore ada santri yang ikut Gus Miek mencari ikan di sungai,saat menjelang maghrib Gus Miek menyuruhnya memegang jala kecil karena Gus Miek akan pergi sebentar, ketika hari mulai gelap, santri tersebut merasa jala tersebut sudah penuh terisi ikan, Ia berusaha menarik jala tersebut sekuat tenaga.
Tanpa disengaja di tengah usahanya menarik jala tersebut dia melihat Gus Miek yang sedang melaksanakan sholat Maghrib diatas dahan pisang, bahkan melanjutkannya dengan sholat Isya, setelah selesai sholat Gus Miek kemudian melayang turun menemui santri tersebut. "Dapat ikan..?" tanya Gus Miek. "Anu Gus,eh," jawab santri itu sambil memandangi dahan pisang.

2. Bertemu Nabi Khidhir melalui perantara ikan
Pernah suatu hari saat memancing, kail Gus Miek terbawa ikan, saking besarnya ikan tersebut hingga membawa Gus Miek tercebur dan tenggelam di sungai tersebut. Pendamping Gus Miek kalang kabut karena Gus Miek adalah tanggung jawabnya. Hampir dua jam Gus Miek belum juga ditemukan. Ternyata ikan itu merupakan ikan peliharaan gurunya yakni Nabi Khidhir dan membawa Gus Miek kepada Nabi Khidhir.

3. Terbang memetik buah kelapa
Pernah suatu ketika Gus Miek diperintahkan untuk memetik buah kelapa untuk dijual, lalu berangkatlah Gus Miek ke kebun, karena perawakannya yang masih kecil dan belia, Gus Miek belum bisa untuk memanjat pohon kelapa. Akhirnya Gus Miek terbang bagaikan burung dari satu pohon ke pohon lainnya memetik kelapa, sampai selesai tanpa menyentuh tanah. Begitu selesai, Gus Miek segera turun namun bingung karena hasil panen kelapa begitu banyak, dia tidak akan mampu untuk membawanya seorang diri. Akhirnya Gus Miek kembali terbang untuk memetik satu pelapah kelapa, lalu buah kelapa dinaikkan ke pelapah kelapa itu, setelah itu Gus Miek menaiki pelapah itu yang kemudian terbang bersama pelapah itu meluncur pulang.

4. Tergulung pusaran air
Pernah sekali Gus Miek bermain di tepi Sungai Berantas dan menonton orang yang sedang memancing. Pada saat banjir besar Gus Miek tak disangka tergelincir ke sungai dan hilang tertelan gulungan pusaran air. Tiba-tiba Gus Miek muncul dari tengah-tengah sungai, berdiri dengan air hanya sebatas mata kaki. Karena saat itu Gus Miek tengah berdiri di atas punggung ikan yang sangat besar, yang menurut Gus Miek itu merupakan ikan peliharaan gurunya yakni Nabi Khidir.

5. Dijaga oleh harimau
Pernah suatu ketika Gus Miek yang baru bisa merangkak dibawa ibunya ke hutan untuk mengumpulkan kayu bakar. Tanpa diduga muncul seekor harimau dari semak-semak. Ibu Gus Miek yang mengetahui hal itu langsung lari hingga lupa membawa Gus Miek bersamanya. Begitu sadar Gus Miek tidak bersamanya, ibu Gus Miek lalu kembali dengan harapan anaknya baik-baik saja. Sang ibu akhirnya terkejut saat menemukan harimau yang sedang duduk menjilati kukunya di depan Gus Miek seolah sedang menjaga Gus Miek.


Sumber : 
Muhammad Muhibuddin, Jalan Menuju Tuhan dalam Pemikiran Kiai Jawa - Telaah Ajaran Gus Miek. Pengadilan Agama Karangasem Bali. Epistemé, Vol. 9, No. 2, Desember 2014
laduni.id
Share This :

0 Comments